Tanya :
Mas, saya mau tanya sehubungan dengan materi Emotion Culturing ini. Ada teman saya yang memiliki pacar yang sangat emosional. Bila ada pertengkaran, pacarnya ini bisa ringan tangan dan seringkali teman saya menjadi korbannya. Bagaimana caranya menghadapi orang semacam ini?
(Penanya adalah salah satu partisipan di Seminar Emotion Culturing di Semarang, 27 April 2013.)
Jawaban :
Pertanyaan yang bagus, Mbak. Karena orang yang emosional selalu ada untuk dihadapi, atau jangan-jangan kita sendiri termasuk orang yang emosional. Hahaha.
Pendekatan ala NEO SELF EMPOWERMENT dalam menghadapi situasi ini agak berbeda. Sebelum kita menuntut orang lain untuk tidak emosional, terlebih dahulu kita perlu mengecek diri kita sendiri. Apakah kita emosional? Apakah emosi kita sering bergejolak? Apakah kita termasuk orang yang gampang terpancing emosinya? Apakah dalam bekerja, belajar, kita dipengaruhi oleh mood? Jika ada jawaban yang ya, maka sesungguhnya kita pun termasuk dalam orang yang emosional, yaitu dikendalikan oleh emosi. Tetapi bedanya adalah levelnya, yaitu ada yang sangat mudah dipancing dan dikendalikan emosinya dan ada yang tidak mudah dipancing atau dikendalikan emosinya.
Menyadari kondisi kita sendiri adalah langkah awal untuk pemberdayaan diri. Setelah menyadari kondisi diri kita, barulah kita melakukan langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memberdaya diri, memperbaiki kondisi diri. Sekarang setelah kita paham bahwa emosi kita masih bergejolak, dan kita masih dikendalikan oleh mood kita, barulah kita mencari cara untuk mengatasinya.
Kebanyakan dari kita pastinya sudah mengetahui nasihat: “Minum dulu.” atau “Istigfhar, nak!” atau “Tarik nafas dulu.” Ya, kita bisa katakan bahwa itu adalah salah satu cara ketika emosi kita sudah sangat bergejolak – entah itu sedih, marah, kecewa, dan sebagainya – dan siap untuk meledak keluar atau bahkan sudah meledak. Di saat seperti itu, cara-cara yang disebutkan di atas bisa membantu meredakan emosi.
Dalam NEO SELF EMPOWERMENT, ada metode EMOTION CULTURING, yaitu metode yang dikembangkan Bapak Anand Krishna untuk membudayakan emosi. Keunikannya adalah bila rutin dilakukan, niscaya emosi kita akan lebih gampang dikendalikan. Tidak heran, karena metode ini benar-benar mengolah lapisan energi dan emosi dalam diri kita. Lapisan energi dan emosi? Ya, betul. Karena lapisan energi dan emosi kita saling berkaitan. Sudah ada penelitian yang membuktikan bahwa energi sangat terkait dengan emosi. Tidak percaya? Bandingkan energi saat kita sedang marah dengan energi kita saat sedih. Ingat bagaimana rasanya kita begitu kuat saat marah dan begitu lemas saat sedih?
Kembali ke pertanyaan tadi tentang mengatasi orang yang emosional. Setelah kita menyadari emosi kita dan mempunyai emosi yang lebih terkontrol, barulah kita akan bisa menghadapi orang yang emosional dengan lebih baik. Saran saya adalah jangan melawan orang yang sedang emosional, atau dalam kasus teman anda, orang yang sedang marah. Bila ia sedang marah, lebih baik menyingkir dulu. Setidaknya biarkan amarahnya reda dulu, biarkan energi marahnya dikeluarkan terlebih dahulu. Apalagi dalam kasus orang yang ringan tangan, ada baiknya teman anda memikirkan kembali tentang hubungannya.
Setelah kemarahan dan emosi orang tersebut mereda, barulah bisa dilakukan komunikasi yang rasional dengan orang tersebut. Hati-hati, jangan kembali menaikkan emosinya.
Ingat, kita sendiri harus terlebih dahulu mampu mengendalikan emosi diri, sebelum mencoba menenangkan orang lain. Karena pemberdayaan diri haruslah dimulai dari diri sendiri.
Salam Pemberdayaan Diri!
Empower Your SELF NOW!
Haryadi
Manager NEO SELF EMPOWERMENT
Catatan:
Pertanyaan dan jawaban telah disesuaikan untuk keperluan publishing di website ini. Ada beberapa bagian dari jawaban yang tidak bisa dimuat di website ini karena memerlukan penjelasan yang sangat panjang tentang energi manusia seperti yang dijelaskan dalam Seminar & Workshop EMOTION CULTURING.
Recent Comments