Bayangkan, rasakan, dengarkan bila hal ini terjadi pada kita:
“Pagi itu, saya terlambat bangun karena harus lembur sampai malam. Istri pun bangun terlambat, bahkan harus saya yang membangunkan. Putra kami sudah rewel, ‘Pa, Ma, nanti aku telat lho.’ Terburu-buru saya harus mandi dan berganti baju. Mana lupa sahur pula. Akhirnya dengan segala keributan, kami masuk ke mobil. Baru jalan 10 menit, sudah ketemu macet. Akhirnya jam 10 baru sampai kantor. Klien sudah menunggu. Ok, akhirnya meeting 1 jam dengan klien. Dan setelah itu, harus menghadap bos. Proyek kemarin macet, bos marah-marah. Nafas saya sudah memburu, dada sudah panas, tangan sudah mengepal….”
Kejadian di atas adalah salah satu gambaran sederhana tentang fenomena yang sangat mungkin terjadi pada kita. Mulai dari bangun terlambat, lupa sahur, anak rewel, macet, terburu-buru, menghadapi klien, mendengarkan ceramah dari bos, hingga akhirnya nafas mulai memburu, dada panas, tangan mengepal dan kemarahan siap untuk meledak.
Lantas apa pilihannya: Tahan Marah atau Luapkan Kemarahan?
Mungkin ada yang berkata menahan kemarahan, dengan alasan yang beragam “Sabar itu disayang Tuhan”, “Lagi Puasa”, “Marah ga baik untuk kesehatan”, “Bahaya! Bisa dipecat Bos kalau marah!”, dan beragam alasan lainnya.
Mungkin ada pula yang berpendapat untuk meluapkan kemarahan, dengan alasan “Daripada dipendem, nanti jadi sakit hati” atau “Saya ga bisa menahan amarah, harus dilepaskan” atau “Lho? Kan bos memang salah, perlu diingatkan” atau apapun alasan lain.
Sebelum melanjutkan pembahasan kita, ada baiknya, kita melihat gambar berikut, yang saya ambil dari salah satu situs kesehatan tentang physical effects of anger (efek kemarahan pada fisik).
Dari gambar tersebut, bisa kita lihat bahwa sistem hormonal tubuh akan bergejolak akibat kemarahan. Hormon-hormon ini akan mengganggu sistem kardiovaskuler (jantung dan aliran darah), melepaskan gula sebagai tambahan energi, dan lain-lain. Gambar tersebut jelas mengatakan bahwa “Menahan kemarahan seringkali tidak bisa meredakan kemarahan, dan hormon-hormon yang sudah terproduksi tersebut dapat menyebabkan stress, kecemasan, tukak lambung, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung.”
Lantas, apakah kita harus meluapkan kemarahan? Apakah cara tersebut lebih sehat?
Tunggu dulu, apakah kita yakin akan meluapkan kemarahan? Hati-hati, jangan sampai memperparah masalah. Jika kemarahan diluapkan secara asal pada target seperti bos, istri, dan anak, maka hal yang sangat tidak diinginkan bisa terjadi. Hubungan interpersonal bisa memburuk dan alih-alih kita terbebas dari masalah, malah bisa menambah masalah.
Idealnya adalah mengungkapkan kemarahan secara tepat, tapi ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Dibutuhkan ketenangan hati, kejernihan pikiran, dan kebesaran jiwa untuk melakukan hal ini.
Tips untuk Mengendalikan Kemarahan dari PelatihanNSE.com:
Berikut adalah tips yang kami praktekkan dalam keseharian, semoga ini bisa membantu Anda:
- Bernafas Tenang; ini adalah tips paling dasar yang selalu diberikan oleh PelatihanNSE.com dalam berbagai sesi pelatihan. Pernafasan kita terkait erat dengan keadaan mental/emosional kita. Bila nafas Anda tenang, pastilah Anda juga dalam keadaan yang tenang. Coba perhatikan bagaimana nafas orang yang sedang marah? Pasti tersengal-sengal. Jadi, rutinlah mempraktekkan pernafasan yang tenang dan panjang. Cara bernafas yang benar akan kami ulas lain kali atau silakan kontak untuk mendapatkan pelatihan pernafasan yang tepat.
- Kurangi Daging Merah (atau segala jenis daging-dagingan); ingat bahwa daging merah biasanya tinggi dengan kolesterol yang meningkatkan risiko darah tinggi dan erat kaitannya dengan tingkat emosi. Pada saat hewan disembelih, biasanya terjadi peningkatan hormon adrenalin dan kortisol dalam tubuh mereka. Akibatnya, ada simpanan “stress” yang kita serap saat kita mengkonsumsi daging.
- Salurkan Kemarahan lewat Katarsis; Katarsis adalah teknik/metode/latihan yang bisa dilakukan untuk mengeluarkan beban amarah, stress, kegelisahan, kesedihan, sampai trauma dan mental-emotional block. Hasilnya: Beban terlepaskan + Kelegaan + Lebih Sabar karena beban sudah lepas + Tubuh bersih dari hormon-hormon stress. (Salah satu workshop katarsis bisa dibaca di sini)
Nah, demikian sharing kami kali ini. Semoga bermanfaat.
Salam Pemberdayaan Diri!
Recent Comments